Kami merekomendasikan menonton lewat Vimeo. Silakan menonton lewat Youtube jika layanan Vimeo diblokir di wilayah anda.
Ep 4: Tanah Hitam, 2022
Takumã Kuikoro
Durasi film: 17:12
“Terra preta” (harfiah: tanah hitam) merupakan objek penelitian arkeologi, teknik pertanian turun temurun, dan alat perjuangan demarkasi lahan. Terbentuk selama berabad-abad oleh limbah organik yang ditinggalkan oleh desa-desa pendahulu dan yang ada saat ini, terra preta adalah bukti bahwa tanah Amazon yang kaya adalah hasil dari sebuah pertukaran yang panjang, dinamis dan harmonis antara manusia dan non-manusia, dan bahwa hutan-hutannya lebih seperti kebun daripada hutan perawan.
Pengakuan ini menciptakan situasi paradoks, karena, pada saat yang sama terra preta menjadi hal paling didambakan oleh agribisnis karena tanahnya paling subur, keberadaannya berguna untuk demarkasi seluruh lahan dan dengan demikian menyelamatkan mereka dari eksploitasi predatoris. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat asli adalah mereka yang merancang geologi ini dan oleh karena itu, meskipun mereka tidak menempatkan diri mereka sebagai pemilik tanah, mereka terikat pada tanah tersebut.
Kedua wawancara episode ini dilakukan oleh Takumã Kuikuro, pembuat film dari masyarakat Kuikuro dan penduduk Taman Adat Xingu, salah satu cagar adat terbesar di dunia, yang terletak di wilayah timur laut Negara Bagian Mato Grosso dan di bagian selatan Amazon Brasil. Taman ini mengumpulkan 16 suku di sebuah daerah dengan luas yang setara dengan Belgia. Meskipun menjadi pusat pelestarian lingkungan, taman ini hidup di bawah ancaman terus-menerus dari agribisnis, bendungan hidroelektrik dan polusi yang dihasilkan oleh pertambangan di sekitarnya.
Takumã berbicara dengan orang tuanya, Saguiga dan Tapualu Kuikuro, pemimpin Xingu yang terkenal. Mereka membawa hubungan leluhur yang intim dari tubuh mereka dengan bumi. Dalam uraian mereka, baik periode historis maupun mitologis berbaur, kehadiran desa kuno dengan trik kodok pipa, serta gerak-gerik leluhur dengan peran roh-roh. Seperti halnya putaran spiral waktu, kalimat-kalimat mereka juga berputar-putar, dan kata-kata diulang-ulang sepanjang percakapan untuk kemudian menjadi refrein sebuah kisah yang diceritakan dari orang tua kepada anak-anak. Jadi kita menemukan bahwa apa yang membusuk hari ini adalah tanah untuk kehidupan yang akan datang.
Benjamin Seroussi
Direktur Artistik
Casa do Povo
Tapualu Kuikuro | Lahir dan dibesarkan di desa Kalapalo. Ia menjadi sejarawan bersama ayahnya. Dia ikut serta dalam film Imbé Gikegü, The smell of pequi (2006, dipersembahkan oleh Kuikuro Film Collective dan diproduksi oleh Vídeo nas Aldeias, Aikax – Asosiasi Adat Kuikuro di Xingu Atas dan Documenta Kuikuro/Museum Nasional). Ia mendukung karya putranya, pembuat film Takumã Kuikuro. Saat ini tinggal di Ilhumba, sebuah desa di tanah adat Xingu, Negara Bagian M.T.
Sagigua Kuikuro | Syaman, ia tumbuh besar dengan mempelajari kisah-kisah bangsanya sendiri. Penyanyi tradisional dan sejarawan, ia berpartisipasi dalam film Nguné Elû, The day the moon menstruated (2004, dipersembahkan oleh Kuikuro Film Collective dan diproduksi oleh Vídeo nas Aldeias) dan Imbé Gikegü, The smell of pequi (2006, dipersembahkan oleh Kuikuro Film Collective dan diproduksi oleh Vídeo nas Aldeias, Aikax – Asosiasi Adat Kuikuro di Xingu Atas dan Documenta Kuikuro/Museum Nasional). Saat ini tinggal di Ilhumba, sebuah desa di tanah adat Xingu, Negara Bagian Mato Grosso.